Lahirnya Ekofeminisme
Kesadaran perempuan dalam gerakan ekofeminisme merupakan sebagai penggerak serta pondasi awal untuk memulai pergerakan dalam mewujudkan perbaikan lingkungan (Keraf, 2002). Penulis memahami bahwa ekofeminisme lahir dari adanya kesadaran akan permasalahan lingkungan yang berkaitan erat dengan perempuan. Ekofeminisme bermula pada akhir tahun 1960, istilah tersebut tumbuh dari berbagai gerakan sosial seperti gerakan feminis, perdamaian dan ekologi pada tahun 1970-an dan awal 1980-an. Namun, istilah tersebut menjadi popular karena secara langsung berkaitan dengan aktivitas pembelaan terhadap lingkungan seperti menentang kerusakan lingkungan hidup, yang semula dipicu oleh bencana ekologis yang terjadi secara berulang-ulang.
Di tengah krisis ekologi, Shiva dan Mies (1993) dalam bukunya Ecofeminism mengemukakan pemikiran dan gerakan ekofeminisme yang merupakan kritik terhadap pendekatan pembangunan yang tidak memperhatikan keberlangsungan ekologis sekaligus meminggirkan salah satu entitas manusia di dalamnya, yaitu perempuan. Oleh karenanya, ekofeminisme hadir sebagai upaya memecahkan masalah kehidupan manusia dan alam yang berangkat dari pengalaman perempuan, yang kemudian menjadikan pengalaman perempuan sebagai salah satu sumber belajar dalam pengelolaan dan pelestarian alam. Hal ini juga berarti memberikan ruang (akses) yang adil dan setara bagi perempuan bersama laki-laki dalam pengelolaan dan pelestarian alam.
Ekofeminisme sebagai teori berusaha mematahkan suatu logika dominasi dan relasi biner yang memisahkan antara manusia dan alam. Maka dengan semangat Ekofeminisme tersebut, perlu adanya kesadaran secara universal dan gerakan secara kolektif sebelum terjadinya permasalahan lingkungan yang lebih besar lagi. Gerakan tersebut harus mampu mendobrak setiap institusi dari sistem sosial, politik, ekonomi, yang sifatnya opresif khususnya terhadap alam.
Perlawanan Perempuan Mollo atas Ancaman Pertambangan
Konstruksi patriarki telah menggerus ruang bagi dua penindasan yang dilakukan sekaligus; terhadap alam dan terhadap perempuan. Pada sebagian besar kebudayaan yang ada, perempuan telah menjadi pelindung dan pemelihara keanekaragaman hayati (Shiva, 2005). Perempuan bagaikan alam itu sendiri. Ia memberi kehidupan, ia merawat, ia yang menjaga, melindungi, menyediakan apa yang dibutuhkan manusia. Sayangnya, pandangan khas ekofeminisme ini, belum mampu menyadarkan banyak orang betapa pentingnya menjaga alam untuk keberlangsungan hidup.
Kesadaran menjaga alam dengan semangat ekofeminisme dapat kita lihat dari perjuangan perempuan Mollo menghentikan proyek perusakan alam. Di tengah fragmentasi gerakan perempuan dengan keragaman isunya, gerakan perempuan yang diorganisir oleh Aleta Baun menjadi contoh penting di Indonesia. Terjadinya peleburan antara ranah privat dan publik, yang muncul dari adanya gerakan menenun Mama Aleta dan perempuan Mollo untuk memperjuangkan tanah kelahirannya dari ancaman pertambangan di Gunung Mutis, Molo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka berhasil mengkontruksi gerakannya dalam rentang isu lokal (kearifan lokal) dan global (isu lingkungan) yang berangkat dari akar sosial budayanya sendiri. Kini, Mama Aleta bersama berbagai komunitas di seluruh wilayah Timor Barat memetakan hutan adat mereka. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi tanah-tanah adat dari jamahan tangan-tangan perusak di masa depan.
Upaya-upaya penyebarluasan misi lingkungan hidup berangkat dari kecemasan yang dirasakan perempuan adat dengan pengetahuan lokalnya yang tertanam sudah sangat lama di dalam masyarakat kita untuk mempertahankan rimba terakhir dengan perlawanan-perlawananya yang khas.
Referensi :
Dalupe, Benediktus. DARI HUTAN KE POLITIK: STUDI TERHADAP EKOFEMINISME ALETA BAUN DI MOLLO-NTT. dalam Jurnal Polinter Prodi Ilmu Politik FISIP UTA’45 Jakarta Vol. 5 No.2. 2020
Keraf, Sony. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Raja, Muhammad Unies Ananda. 2018. Manusia dalam Disekuilibrium Alam Kritik atas Ekofenomenologi Saras Dewi. dalam BALAIRUNG: Jurnal Multidisipliner Mahasiswa Indonesia Vol. 1 No. 1.
Shiva, Vandana dan Maria Mies. 2005. Ecofeminism Perspektif Gerakan Perempuan & Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit IRE Press.
Picture By CNN Indonesia (Google)
Penulis : Feby Nur Evitasari (KMPLHK RANITA)
Editor : Sindy Indah (KMPLHK RANITA)