Pemetaan Sungai Dalam Berkegiatan Di Air

Pemetaan adalah suatu usaha untuk menyampaikan, menganalisis, dan mengklasifikasikan data yang bersangkutan, serta menyampaikan ke dalam bentuk peta dengan mudah, memberi gambaran yang jelas, rapi dan bersih (Sandy, 1972). Mengacu pada pernyataan tersebut, penulis memahami bahwa pemetaan sungai merupakan suatu usaha untuk menganalisis karakteristik sungai sebagai acuan dalam pengarungan atau berkegiatan di air. Urgensi dari memahami karakteristik sungai sebelum melakukan aktivitas di air seperti Olahraga Arus Deras (ORAD) memiliki tujuan utama yaitu mengetahui medan sungai yang akan kita arungi, sehingga peserta atau tim ORAD dapat mengoptimalkan manajemen pengarungan yang baik. Pemetaan dilakukan untuk mengetahui titik-titik jeram pada aliran sungai sehingga peserta atau tim dapat meminimalisir risiko atau potensi bahaya yang akan terjadi selama pengarungan. Selain itu, pemetaan dilakukan untuk menganalisis teknik pengendalian perahu, titik rescue dan langkah-langkah penyelamatan di air.

Secara teoritis, kajian water rescue juga erat dengan model kegiatan ORAD. Water rescue adalah tindakan penyelamatan dan pertolongan secara efektif dan efisien, jika manusia atau segala sesuatu yang berharga berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan di air. Penulis memahami bahwa penguasaan skill pemetaan sungai secara teknis memudahkan seorang rescuer untuk mengenal medan penyelamatan maupun titik-titik rawan kecelakan di sungai secara praktis. Sebagai studi empiris, pemetaan sungai dalam water rescue dilakukan oleh Anggota Muda (AMURA) dalam kegiatan pendidikan RANITA pada maret 2020 di Sungai Citarik, Sukabumi. Pengarungan dilakukan dari wilayah Selaras sampai Cikadu sejauh 12 Kilometer. Secara teknis, AMURA telah menghitung gradien sungai Citarik melalui peta sebelum melakukan kegiatan pengarungan bersama tim. Gradien atau kecuraman sungai adalah beda tinggi dari bagian sungai yang dimaksud (m/km). Hal tersebut dapat dihitung dengan bantuan garis kontur yang memotong sungai pada peta topografi. Teknik menghitung gradien dapat dilakukan peserta atau tim dengan analisis interval kontur dibagi jarak sebenarnya. [Interval kontur (m) ÷ jarak sebenarnya (km)]. Berdasarkan kegiatan pemetaan tersebut maka diketahui bahwa sepanjang jalur pengarungan Sungai Citarik terdapat 14 perpotongan kontur dengan kebanyakan gradien sebesar 10—20 m/km, rentang tersebut menurut analisis AMURA termasuk kondisi jeram yang cukup berbahaya.

Pemetaan jeram dilakukan AMURA selama pengarungan di sungai. Setiap target akhir dari wilayah jeram, AMURA berhenti untuk mengambil titik koordinat dengan GPS dan mengkonfirmasi kepada guide lokal terkait nama jeram pada sungai tersebut. Grade jeram di Sungai Citarik adalah 3—5 dengan jarak antarjeram yang pendek. Terdapat 17 jeram sepanjang jalur yang dilewati. Namun, AMURA hanya dapat memetakan 10 jeram dalam kegiatan pengarungan, yaitu

  1. 06° 55′ 08″ LS -106° 36′ 29″ BT (Jeram Gerbang)
  2. 06° 55′ 14″ LS -106° 36′ 30″ BT (Jeram Zigzag)
  3. 06° 55′ 17″ LS- 106° 36′ 36″ BT (Jeram Bali)
  4. 06° 55′ 22″ LS- 106° 36′ 37″ BT (Jeram Kepala Kelapa)
  5. 06° 55′ 36″ LS-106° 36′ 30″ BT (Jeram Wocwol)
  6. 06° 55′ 47″ LS-106° 36′ 30″ BT (Jeram Ranting)
  7. 06° 56′ 16″ LS- 106° 36′ 25″ BT (Jeram Mangga)
  8. 06° 56′ 37″ LS- 106° 36′ 39″ BT (Jeram Pery)
  9. 06° 56′ 41″ LS-106° 36′ 32″ BT (Jeram Big Z)
  10. 06° 59′ 07″LS-106° 37′ 00″ BT (Jeram Panjang)

Berdasarkan hasil pemetaan tersebut AMURA bertujuan untuk membuat laporan assessement sebagai pedoman manajemen rescue di wilayah Sungai Citarik, Sukabumi.

Penulis : Muhammad Imam__KMPLHK RANITA
Editor : Sindy Indah_KMPLHK RANITA

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *