Listrik, Batu Bara, dan Kita

Listrik dan manusia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Saat ini, manusia sangat membutuhkan listrik untuk terus menggerakkan roda kehidupan dalam kesehariannya. Dari hal-hal sederhana seperti kebutuhan memasak dan belajar, sampai kebutuhan pekerjaan di perusahaan, perkantoran, dan pabrik-pabrik, andil listrik dinilai sangat penting di sini. Mari kita bayangkan satu hari tanpa listrik, seperti yang pernah terjadi pada 4 Agustus 2019 lalu. Banyak kegiatan yang terganggu, dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit.

Listrik memang sangat penting dalam kehidupan kita semua. Namun, pernahkah kita bertanya dari mana asalnya listrik yang kita nikmati sehari-hari?. Di Indonesia sendiri, kebutuhan listrik salah satunya dihasilkan dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang bahan baku utamanya merupakan batu bara. PLTU memanfaatkan energi uap dari hasil kinerja pompa air yang menyatu dengan batu bara serta minyak. Hasil pemanasan tersebut nantinya akan dibakar kemudian disemprotkan menjadi energi uap. Nah, energi ini nantinya akan menggerakkan turbin pada generator mesin yang akhirnya akan menghasilkan energi listrik yang disimpan pada generator.

sumber : google
salah satu potret pertambangan batu bara

Batu bara sebagai bahan baku utama PLTU, merupakan salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari endapan organik sisa sisa tumbuhan yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Untuk pemenuhan kebutuhan listrik, batu bara di keruk dan di ambil dalam proses pertambangan. Kalimantan merupakan salah satu daerah penghasil batu bara, tak heran bila di sana banyak didapati pertambangan batu bara, baik yang memiliki izin maupun yang tidak. Terlepas dari itu semua, pertambangan batu bara memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan hidup masyarakat di sekitarnya.

Salah satu dampak buruk keberadaan pertambangan batu bara adalah pencemaran air. Contohnya adalah pertambangan batu bara di Borneo, Kalimantan yang mencemari sumber air bersih warga sekitar. Gunung yang tadinya mengalirkan air bersih, setelah dijadikan pertambangan batu bara kini hanya menyisakan air bekas tambang yang membawa lumpur dan zat-zat berbahaya bagi tubuh manusia. Masyarakat sekitar kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan memasak. Sawah-sawah milik warga juga ikut terdampak, aliran air dari gunung yang biasanya digunakan untuk mengairi pertanian mereka kini digunakan untuk kebutuhan pertambangan, akibatnya sawah dan ladang menjadi kering dan masyarakat kini  hanya dapat mengandalkan hujan yang sangat jarang turun di musim kemarau.

Sumber : Google
Pencemaran air akibat keberadaan tambang batu bara

Keberadaan pertambangan yang dekat dengan pemukiman warga juga berdampak pada pergerakan tanah yang mengakibatkan rumah-rumah warga mengalami kerusakan dan hancur, amblasnya jalan utama, serta kerusakan sarana prasarana umum. Pada November 2018 lalu, diperkirakan ada 5 rumah hancur 11 rumah rusak dan jalan utama amblas di Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Akibat kerusakan tersebut, sekitar 11.000 jiwa harus mengungsi.

Sumber : google
Kerusakan rumah akibat keberadaan tambang

Tidak sampai di situ, keberadaan bekas tambang juga menjadi mimpi buruk bagi warga sekitar. Kisaran tahun 2014-2018 tercatat ada 115 kasus kematian akibat bekas tambang yang tidak direklamasi. Bekas pertambangan batu bara itu dibiarkan begitu saja hingga tergenang air, banyak anak-anak yang meninggal karena berenang atau bermain di sekitar genangan tersebut. Sungguh ironis, karena lubang-lubang tambang yang dibiarkan begitu saja dan tidak di reklamasi seperti seharusnya, malah menelan korban jiwa.

Sumber : google
Kubangan bekas lubang tambang yang tidak di reklamasi

Batu bara memang dibutuhkan untuk menghasilkan energi listrik, akan tetapi harga yang dibayar sepertinya terlalu mahal. Banyak orang kehilangan kesempatan menikmati air bersih, kehilangan lahan pertanian, kehilangan rumah, bahkan kehilangan anak mereka. Belum lagi dampak terhadap lingkungan seperti pencemaran air, tanah, dan udara, serta penebangan hutan.

Karena untuk menghasilkan energi listrik ternyata dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit, maka alangkah baiknya jika kita lebih bijaksana dalam menggunakan energi tersebut, gunakanlah listrik seperlunya saja dan jangan boros. Atau mungkin, memang sudah seharusnya kita berganti ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

Sumber : Watchdoc

Ditulis Oleh : Yonita Anggreria

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *