Jalan Pengabdian: Mahasiswa Sebagai Relawan Bencana 

Secara teoritis, makna relawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata “sukarelawan” yang memiliki arti; orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak karena diwajibkan atau paksaan). Oleh karenanya, penulis memahami bahwa relawan adalah orang yang melakukan sebuah pekerjaan atau aktivitas tanpa mengharapkan imbalan atau upah secara material maupun non-material. Penulis juga memahami bahwa dorongan atau motivasi tersebut secara nyata dirasakan oleh relawan karena berpegang teguh terhadap nilai-nilai ketulusan dan nilai-nilai kebermanfaatan yang luas, khususnya yang berdampak pada masyarakat.

Menilik potensi seorang relawan dalam kegiatan disaster management, relawan harus  memiliki  keterampilan  praktis  agar  bisa  bertindak  secara  strategis,  seperti  kondisi  psikologis  yang  kuat  secara  fisik  maupun  mental  dan  berani  untuk  menghadapi  situasi  bencana (Gloria, Aully & Vinaya 2012). Penulis memahami bahwa keterampilan dasar tersebut wajib dimiliki oleh seorang relawan bencana untuk mampu bertahan dan beradaptasi secara personal dalam kondisi abnormal atau situasi yang sulit sehingga dapat melaksanakan tugas kemanusiaan dengan tepat.

Meninjau peran mahasiswa dalam tri dharma perguruan tinggi dengan term relawan bencana menjadi cukup relevan karena dalam proses pembelajaran, mahasiswa akan dituntut untuk menjadi sosok yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat luas. Konsep penjawantahan peran mahasiswa dapat dilihat dari keaktifan partisipasi mahasiswa untuk terlibat dalam aksi nyata seperti membantu penanganan maupun pemulihan dampak bencana pada masyarakat. Penulis memahami bahwa menjadi sosok mahasiswa yang bermanfaat bagi masyarakat bukanlah suatu pilihan, namun merupakan keharusan yang dijalankan sebagai salah satu bentuk pengabdian diri.

Pengalaman menjadi relawan bencana yang dijelaskan oleh Dewita Alifah selaku anggota KMPLHK RANITA, Ia berbagi pengalaman sebagai relawan Bencana Banjir Bandang Masamba, 2020 lalu. Menurutnya, mahasiswa perlu mempelajari keahlian yang relevan untuk turun ke lokasi bencana. Keahlian tersebut perlu meninjau kapasitas diri atau kemampuan personal dari mahasiswa tersebut.

 “Pengalaman saya selama ini melihat bahwa mahasiswa mempunyai banyak kontribusi saat turun bencana, sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki dari organisasi kampus maupun perkuliahan. Cluster yang sering mahasiswa akomodir yaitu seperti pelayanan psikososial, distribusi logistik, pelayanan kesehatan, dapur umum, maupun tim SAR,” tuturnya.

Pengalaman menjadi mahasiswa dan relawan sekaligus juga disampaikan oleh Dewi Rochayati selaku anggota RANITA yang bertugas menjadi relawan Bencana Gempa Bumi Lombok, 2018. Menurut Dewi, kesehatan fisik dan mental sebuah relawan menjadi prioritas utama dalam bertugas saat bencana. Relawan harus dalam kondisi yang baik sebelum dipertimbangkan lalu diputuskan untuk terlibat dalam membantu korban terdampak. Selain itu, Dewi juga menjelaskan bahwa mahasiswa yang turun ke lokasi bencana sebagai relawan perlu dibekali peralatan dan perlengkapan yang memadai.

“Hal utama dan yang harus diperhatikan mahasiswa pada saat merespon bencana adalah kondisi kesehatan relawan baik fisik maupun psikis, lalu kesiapan turun ke sebuah lokasi yang tidak normal (lokasi bencana), peralatan dan perlengkapan keselamatan dan juga izin orang tua pastinya,” jelasnya.

Serupa dengan Dewita sebelumnya, Dewi juga menjelaskan bahwa mahasiswa dapat terlibat aktif sebagai relawan bencana dengan membentuk serangkaian kegiatan positif bagi para penyintas. Misalnya seperti penyaluran bantuan berupa materi yaitu sembako, makanan, pakaian, obat serta bantuan material lainnya sesuai dengan kebutuhan di lokasi. Mahasiwa juga dapat memberikan bantuan berupa non material seperti progam sosialisasi, penyuluhan, simulasi serta pendampingan psikosisial.

“Mahasiswa dapat membantu korban bencana sebagai relawan yang memberikan bantuan material (sembako, makanan, pakaian, obat dan lain-lain), mahasiswa juga bisa memberikan bantuan non material seperti sosialisasi, penyuluhan, simulasi dan pendampingan psikososial bagi anak-anak,” tambahnya.

Penulis: Mulyati dan Aulia Arshandy_KMPLHK RANITA
Editor: Sindy Indah_KMPLHK RANITA

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *