TPA Cipeucang merupakan unit lokalisasi pengolahan akhir sampah masyarakat yang berada di wilayah Tangerang Selatan. Eksistensi TPA Cipeucang sebagai muara akhir dari berbagai jenis pasokan sampah masyarakat tentunya memberikan dampak yang cukup variatif bagi masyarakat Tangerang Selatan itu sendiri. Secara historis, berdasarkan dari hasil studi empirik yang dilakukan oleh Calon Anggota Ranita (CARITA) 2019, TPA Cipeucang telah berdiri sejak tahun 1989 yang memiliki luas konsensi wilayah ± 2,5 Ha2 dengan jumlah input sampah yang masuk berkisar pada angka 100-300 ton/hari. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlu adanya sistem pengelolaan yang baik untuk meminimalisir berbagai potensi ancaman ketimpangan aspek penghidupan fisik maupun non-fisik sebagai resultan dari 31 tahun berdirinya TPA Cipeucang.
Arkian, untuk memproyeksikan paragraf di atas secara sistemik dapat berkaca dari kasus TPA Cipeucang yang terjadi di bulan Mei kemarin. Diduga patahnya tembok turap (sheet pile) pembatas antara area landfill dengan badan Sungai Cisadane yang mengakibatkan longsornya sejumlah sampah sehingga menutupi setengah dari bagian badan sungai. Dilansir dari laman kompas.com keabsahan berita duka ini dikonfirmasi langsung oleh kepala UPT TPA Cipeucang terkait kronologi sampah yang longsor per-tanggal 22 Mei 2020 dengan perkiraan 100 ton sampah yang masuk dan menutupi setengah dari aliran sungai. Menurut Kepala UPT juga, longsor ini disebabkan karena curah hujan yang cukup tinggi dan didukung dengan kondisi landfill yang sudah melebihi batas kapasitas normal (overload) untuk menampung pasokan sampah perharinya.
Meninjau persoalan di atas perlu adanya pembahasan yang substansial terkait langkah-langkah strategis dalam penanggulangan bencana ini dengan memerhatikan tataran ranah bottom up yang selanjutnya dikolaborasikan dengan konsepsi top down sehingga, tidak ada ketimpangan missing link antara konsep yang diverbalkan oleh pemerintah dengan tataran emik atau kenyataan yang dirasakan warga di lapangan. Adapun pembahasan substansial yang menjadi stressing pointnya seperti:
- Menyelenggarakan diskusi publik mengenai optimalisasi penanggulangan longsornya sampah (pengerukan dan semisalnya) ke badan sungai,
- Melakukan uji-tes laboratorium kualitas baku mutu air untuk keselamatan organisme di sungai,
- Melakukan uji-tes laboratorium kualitas baku mutu pada jangkauan intake yang berkaitan langsung sebagai sumber perairan warga (PDAM dan semisalnya),
- Perbaikan sistem pengelolaan sampah untuk perlahan meninggalkan open dumping secara penuh,
- Optimalisasi IPAL/IPAS dan composting di TPA Cipeucang,
- Mengadakan forum edukasi masyarakat mengenai sistim pengelolaan sampah di TPA agar masyarakat secara sadar lebih peduli dalam rangka membantu memproyeksikan sistim pengelolaan sampah yang ideal khususnya agar tidak terjadi bencana yang serupa.
Ditulis oleh : Sindy Indah Oktavia