Tanggal 25 November adalah peringatan hari internasional penghapusan kekerasan terhadap perempuan, yang mana dilakukan kampanye 16 HAKTP(16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan) yang dilakukan sampai 10 Desember yang diperingati sebagai hari HAM Internasional. Tujuan peringatan dan kampanye HAKTP adalah untuk merespon kekerasan terhadap perempuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hak asasi perempuan di seluruh dunia. Mengingat sampai saat ini kasus kekerasan dan pemaksaan yang melanggar hak asasi manusia masih banyak terjadi dan seringkali di normalisasi oleh masyarakat.
Salah satu bentuk kekerasan dewasa ini yang penting dibicarakan dan ditangani adalah kekerasan seksual, yang masih menjadi hal tabu untuk dibicarakan karena stigma yang ditanamkan dalam masyarakat membentuk opini bahwa hal itu tak semestinya dibahas, memalukan. Padahal dampaknya sangat nyata terutama bagi pihak korban yang seringkali bingung mencari perlindungan hukum. Sehingga banyak korban memilih diam karena takut tidak mendapatkan perlindungan tapi justru mendapat pandangan buruk dan perkataan negatif dari masyarakat yang menjustifikasi.
Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja dan pada siapa saja, tak mengenal tempat dan tidak pandang gender. Korban dan tempat sangat beragam, dan yang pasti dampak dari kejadian sangat berbekas bagi korban. Tercatat 93% dari 1.636 orang yang pernah menjadi korban kekerasan seksual memilih untuk tidak melapor, alasannya beragam, mulai dari takut disalahkan, takut kehilangan pekerjaan, hingga tidak adanya payung hukum yang bisa melindungi korban . Oleh karena itu untuk memberi ruang aman dan perlindungan hak serta keadilan bagi korban kekerasan seksual, penting untuk mendukung PERMENDIKBUD RISTEK NO.30 TAHUN 2021 dan mendukung untuk disahkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUUTPKS).
Oleh karena masih maraknya isu kekerasan seksual di berbagai instansi seperti sekolah, perguruan tinggi bahkan perkantoran, pada 25 November kemarin KMPLHK RANITA tergabung dalam aksi 16 HAKTP di Gedung DPR-RI bersama kawan-kawan dari organisasi lainnya untuk menyuarakan beberapa tuntutan yaitu sebagai berikut :
1. Dukung dan Implementasikan Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021
2. Mengajak semua pihak untuk memusatkan fokus pada implementasi Permen PPKS dan upaya bersama untuk menjaga hak-hak kita, termasuk korban kekerasan seksual di lingkungan kampus sebagai warga negara yang berhak atas pendidikan tinggi yang aman, sehat dan nyaman.
3. Mempertahankan judul RUU saat ini, yakni RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
4. Menjaga dan mengamankan RUU TPKS agar tetap pada tujuan dan maksud disusunnya RUU ini, yakni sebagai aturan khusus yang berfokus pada isu kekerasan seksual, dan bukan isu lain di luar konteks kekerasan seksual, seperti isu seks bebas atau isu asusila.
5. Menghindarkan potensi kriminalisasi terhadap korban dengan menutup upaya-upaya pihak tertentu yang berambisi mencampuradukkan isu zina dan sejenisnya dengan kekerasan seksual.
6. Tidak hanya menitikberatkan RUU ini pada pencegahan, tetapi juga menguatkan substansi RUU TPKS di semua aspeknya, khususnya pemidanaan, penanganan, dan layanan terpadu untuk pemulihan korban, sehingga RUU TPKS bisa diimplementasikan sesuai dengan harapan dan tujuan penyusunan.
Ditulis Oleh : Yonita Anggreria