PERNYATAAN SIKAP KMPLHK RANITA UIN JAKARTA ATAS DRAFT OMNIBUS LAW RUU CILAKA DAN UNDANGAN TERBUKA UNTUK DISKUSI PUBLIK

Omnibus Law pertama kali muncul pada pidato Presiden RI Jokowi saat pelantikannya tanggal 20 Oktober 2019. Menurut Jokowi saat itu, melalui Omnibus Law, akan dilakukan penyederhanaan kendala regulasi yang saat ini berbelit dan panjang. Omnibus Law adalah sebuah konsep pembentukan undang-undang utama untuk mengatur masalah yang sebelumnya diatur sejumlah Undang-Undang atau satu Undang-Undang yang sekaligus merevisi beberapa Undang-Undang. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah agar lebih tepat sasaran. Tujuan dari gagasan Omnibus Law adalah menghilangkan tumpang tindih peraturan Undang-Undang, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan Undang-Undang, dan menghilangkan ego sektoral.
Selain itu, Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA)sendiri dinilai tidak memihak pada rakyat dan membahayakan demokrasi politik, ekonomi, ekologi dan tatanan hukum.

Di dalam sistem politik, Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA)dinilai tidak menerapkan nilai-nilai demokrasi pancasila. Sebanyak 45% atau 262 orang dari total 575 anggota DPR RI merupakan pengusaha yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan, yaitu regulasi yang dihasilkan mencerminkan kepentingan investor/Pengusaha dibandingkan dengan kepentingan rakyat. Selain itu, pemerintah dinilai terlalu terburu-buru dalam membuat Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja(CILAKA) dan tidak melibatkan rakyat dalam penyusunannya. Sehingga, Bidang Advokasi Lingkungan KMPLHK RANITA UIN Jakarta menilai bahwa Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja(CILAKA)dibuat untuk kepentingan investor dan mengenyampingkan kepentingan rakyat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Presiden Joko Widodo saat pidato pertamanya,”yang menghambat investasi semuanya harus dipangkas”.
Di dalam sistem pemerintahan, Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA) membawa kembali Indonesia pada otoritasrianisme dan sentralisasi. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan pengaturan mengenai pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Pembagian ini dilakukan karena fakta sejarah telah membuktikan bahwa kewenangan presiden yang terlalu besar di zaman orde lama dan orde baru memberikan dampak yang sangat buruk bahkan berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Misi otoritarianisme dan sentralisasi dalam pembuatan Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA) tercermin dalam pasal 170, dimana pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah Undang-Undang dengan Peraturan Pemerintah untuk mempercepat kebijakan strategis cipta lapangan kerja. Dengan kembali ke sistem sentralisasi seperti zaman orde baru, maka berakibat ruang partisipasi masyarakat di daerah akan semakin sulit dan pelayanan publik akan semakin tidak efektif dan hal ini bertentangan dengan mandat dari demokrasi pancasila yang diperjuangkan saat reformasi.

Beberapa pasal yang dihapus dan/atau dimodifikasi oleh Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA) merupakan ketentuan penting yang diperjuangkan oleh masyarakat Indonesia. Beberapa substansinya dapat dilihat dalam aspek perburuhan dan lingkungan. Di dalam aspek lingkungan, Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA) akan menghapuskan izin lingkungan dan menggabungkannya dengan izin usaha. Padahal, izin lingkungan merupakan respon legislatif atas tidak efektifnya pencegahan pencemaran lingkungan, kerusakan lingkungan, dan man made disaster. Izin lingkungan ini dibuat sebagai pertimbangan lingkungan dalam pengambilan keputusan sebelum dilaksanakannya pembangunan. Dalam aspek perburuhan, contohnya, Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA) menghapus upah cuti saat sakit, haid, berhalangan kerja karena keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, apabila ada anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia, perempuan yang mengambil hak cuti/keguguran tidak akan mendapat upah, menyusui saat bekerja tidak akan dianggap sedang bekerja sehingga otomatis tidak mendapat upah. Disisi lain, lahirnya Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan perjuangan panjang kelompok pekerja/buruh dalam mengatasi sekat dan ketidakadilan antara buruh dan majikan.
Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja(CILAKA)yang lebih mementingkan kepentingan investasi dan mengenyampingkan kepentingan rakyat akan berdampak langsung pada rakyat. Di dalam draft Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA), fleksibilitas tenaga kerja yang menggambarkan kemudahan merekrut dan mem-PHK pekerja nasuk dalam pasal status kontrak tanpa batas, penghapusan perlindungan upah dan PHK, pemotongan jumlah pesangon, jam kerja panjang termasuk penambahan jam lembur, upah penggantian hak cuti hilang termasuk cuti sakit, menikah, ibadah, dan melaksanakan tugas serikat pekerja, sementara disisi lain sanksi denda dan pidana bagi pengusaha dihapuskan dan/atau dikurangi.
Pentingnya mahasiswa dalam menyikapi Omnibus Law RUU CILAKA adalah karena mahasiswa merupakan seorang akademisi dan seorang calon pekerja. Sudah sepatutnya sebagai seorang mahasiswa mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, terutama jika berhubungan dengan kesejahteraan rakyat dan keberlangsungan hidup masyarakat. Selain itu, mahasiswa merupakan calon pekerja yang secara langsung akan menyicipi dan merasakan ketidakadilan yang terdapat didalam Omnibus Law RUU CILAKA.
Melansir paparan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, berikut adalah 11 klaster tersebut:

  1. Penyederhanaan Perizinan Berusaha (55 UU)
    Klaster ini terdiri atas izin lokasi dan tata ruang, izin lingkungan, IMB dan SLF, serta penerapan RBA pada 18 sektor.
  2. Persyaratan Investasi (13 UU)
    Klaster ini terdiri atas kegiatan usaha tertutup, bidang usaha terbuka (priority list), dan pelaksanaan investasi.
  3. Ketenagakerjaan (3 UU)
    Klaster ini terdiri atas upah minimum, outsourcing, tenaga kerja asing (TKA), pesangon PHK, sweetener, dan jam kerja.
  4. Kemudahan dan Perlindungan UMKM (3 UU)
    Klaster ini terdiri atas kriteria UMK-M, basis data, collaborative processing, kemitraan, insentif, pembiayaan, dan perizinan tunggal.
  5. Kemudahan Berusaha
    Klaster ini terdiri atas keimigrasian, paten, pendirian PT untuk UMK, hilirisasi minerba, perusahaan migas, dan badan usaha milik desa.
  6. Dukungan Riset dan Inovasi
    Klaster ini terdiri atas pengembangan ekspor dan penugasan BUMN/Swasta.
  7. Administrasi Pemerintahan
    Klaster ini terdiri atas penataan kewenangan, NSPK, diskresi, dan system serta dokumen elektronik.
  8. Pengenaan Sanksi
    Klaster ini terdiri atas menghapus sanksi pidana atas kesalahan administrasi dan sanksi berupa administrasi dan/atau perdata.
  9. Pengadaan Lahan
    Klaster ini terdiri atas pengadaan tanah dan pemanfaatan kawasan hutan.
  10. Investasi dan Proyek Pemerintah
    Klaster ini terdiri atas pembentukan lembaga SWF dan pemerintah menyediakan lahan dan perizinan.
  11. Kawasan ekonomi
    Klaster ini terdiri atas KEK (One Stop Service), KI (infrastruktur pendukung), dan KPBPB (fasilitas KEK untuk FTZ enclave), serta kelembagaan.

Beberapa poin Omnibus Law RUU CILAKA yang mengundang perdebatan, yaitu:

  1. Upah didasarkan per satuan waktu. Ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam. Ketika upah dibayarkan per jam, maka otomatis upah minimum akan hilang.
  2. Upah minimum hanya didasarkan pada UMP. Upah minimum kabupaten/kota (UMK), dan upah minimum sektoral Kabupaten/Kota (UMSK)dihapus.
  3. Sanki pidana bagi pengusaha yang membayar upah dibawah upah minimum dihilangkan.
  4. Tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah.
  5. Pekerja yang di PHK karena mendapatkan surat peringatan ketiga tidak lagi mendapatkan pesangon.
  6. Pekerja yang mengundurkan diri tidak mendapatkan apa-apa.
  7. Pekerja yang di PHK karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan tidak lagi mendapatkan pesangon.
  8. Pekerja yang di PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun, atau keadaan memaksa(force majeur), tidak lagi mendapatkan pesangon.
  9. Pekerja yang di PHK karena perusahaan pailit tidak lagi mendapatkan pesangon.
  10. Pekerja yang meninggal dunia, kepada ahli warisnya tidak lagi diberikan sejumlah uang sebagai pesangon.
  11. Pekerja yang di PHK karena mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja ketika di PHK tidak lagi mendapatkan pesangon.
  12. Outsourcing bebas dipergunakan di semua jenis pekerjaan dan tidak ada batas waktu.
  13. Kewajiban TKA untuk memahami budaya Indonesia hilang. Dengan demikian, TKA tidak diwajibkan bisa berbahasa Indonesia.
  14. Pekerja yang di PHK karena memasuki usia pensiun tidak lagi mendapatkan pesangon.
  15. Perempuan yang mengambil cuti haid, cuti melahirkan, atau cuti keguguran akan dianggap tidak bekerja(hak pekerja perempuan hilang).
  16. Sanksi pidana ketenagakerjaan akan dihapuskan(pengusaha bisa menghindari membayar BPJS, memecat pekerja berserikat, membayar upah minimum,dll)
  17. Sanksi pidana bagi perusahaan pelanggar hak pekerja dan perusak lingkungan berpotensi hilang dan diganti sanksi administratif.
  18. Masa kerja enam hari kerja dalam seminggu.

Adapun dalam hal ini, KMPLHK RANITA menyampaikan undangan terbuka kepada publik untuk hadir dalam diskusi yang terbuka untuk umum.

Assalamualaikum.
Salam adil dan lestari!!!

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, sebagai RUU sapu jagad yang meramu 79 undang undang menjadi satu undang undang guna mempermudah investasi masuk ke Indonesia. Pemerintah berkali-kali mengatakan invetasi bakal mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Tapi strategi pembangunan itu dinilai mengorbankan hak-hak pekerja, kelestarian alam, dan ruang hidup.

Lantas, bagaimana resiko-resiko “penghancuran manusia” atas nama pembangunan itu? Apakah strategi pembangunan dengan omnibus law akan lebih banyak menghancurkan manusia atau membangun manusia?
Disisi lain, mahasiswa merupakan calon pekerja yang secara langsung akan merasakan akibat dari peraturan ini.
Mari hadir dalam diskusi :
“Omnibus Law Ngga Bikin Selaw?”
📆Kamis/ 5 Maret 2020
⏰14.00 WIB
🏡Aula Student Center UIN Jakarta
✍️Pembicara:

  1. Bung Sunar (Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia)
  2. Bung Tama (Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia)
  3. Bang Bagus (Jaringan Advokasi Tambang)
  4. Kak Athari Farhani (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Tangerang).

Hentikan Omnibus Law RUU CILAKA!!!
Panjang umur perlawanan!!!
Panjang umur Demokrasi Pancasila!!!

( tautan instagram: https://www.instagram.com/p/B9Qv6B1Auh4/ )

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *